Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan

Kamis, 04 Februari 2021

Borobudur dan Simbol Peradaban Indonesia

Jika orang ditanya, bangunan kuno apa yang paling kita ingat yang dibangun kerajaan Nusantara jaman dulu? Mungkin sebagian besar akan menjawab Borobudur, barangkali diikuti dengan Prambanan dan beberapa candi megah lain. Uniknya, Borobudur dibangun bukan pada masa puncak peradaban Nusantara. Ia dibangun oleh sebuah kerajaan yang notabene tidak begitu agung. Kerajaan itu adalah kerajaan Mataram.

 

Para ahli sejarah masih memperdebatkan apakah Mataram yang membangun Borobudur (dan Prambanan meskipun berbeda dinasti), adalah "juga" penguasa Srivijaya. Apakah kedua negara itu mempunyai hubungan "personal union." atau justru hubungan Mataram adalah vassal bagi Srivijaya. Sampai sejauh ini tidak ada prasasti yang dengan tegas mengatakan itu. Yang jelas, Srivijaya dengan luas kekuasaan sepertiga Asia Tenggara sekarang ini sempat terlupakan oleh sejarah. Dan justru kerajaan kecil seperti Mataram, yang hanya menguasai sebagian Jawa Tengah dan Timur tak lekang oleh waktu.

Peninggalan bangunan sejarah yang mempesona seperti candi-candi Jawa adalah salah satu bukti jika manusia ingin diingat selamanya. Motivasi itu juga yang melatar belakangi dibangunnya piramid-piramid raksasa di Mesir, atau monumen-monumen lain di seantero dunia yang diabadikan untuk mengingat seseorang. Itulah, mengapa dunia mengenal betul Borobudur. Sedangkan Srivijaya dan kemudian nanti Majapahit kurang begitu mendengung di telinga orang luar.

Jumat, 04 Desember 2020

Apa Yang Harus Dilakukan Dengan Kasus Covid-19 Indonesia?

Pada 3 Desember lalu, kasus Covid-19 di Indonesia meningkat begitu pesat. Jumlah kenaikan per-hari mencapai 8369 kasus. Rekor paling tinggi sebelumnya hanya pada kisaran 6000an kasus. Apa yang salah dengan Indonesia, padahal kasus Covid-19 di negara ASEAN lain sudah cukup stabil?

 


Ini sebenarnya hanya opini ya, bisa saja salah dan mungkin saja sudah dilakukan. Hanya dilapangan kadang apa yang direncanakan tidak sejalan dengan apa yang sudah digariskan. 

Kita harus akui dulu, jika pada awal pandemi, baik masyarakat maupun pemerintah cukup (let say) tidak tanggap terhadap penyebaran virus. Pintu wisata justru dibuka, ketika negara lain mulai menutup diri secara serempak.  Beberapa pejabat juga melontarkan komentar yang justru membuat masyarakat menjadi tidak waspada. Seperti soal orang Indonesia imun dan masih banyak lagi.

Selasa, 01 Desember 2020

Covid-19 Berkah dan Musibah

Lama rasanya tidak menulis di blog ini, mungkin sudah terbengkalai bertahun-tahun. Sempat saya copas sebuah tulisan dari blog lain. Tapi tulisan itu tidak lebih hanya sebuah iseng saja. Sebuah review tempat menginap di Yogyakarta.


Tahun 2020, tahun yang begitu rumit bagi sebagian besar orang. Di tahun ini, pandemi besar melanda dunia. Jutaan orang terkena virus Covid-19 dalam skala yang tidak pernah dilihat oleh umat manusia setelah kejadian Virus Flu Spanyol di tahun 1920. 

Ribuan korporasi baik besar maupun kecil harus gulung tikar. Atau setidaknya berhenti berusaha dalam waktu yang tidak pernah kita ketahui sampai kapan. Vaksin yang ditunggu-tunggu akan menjadi penolong masih simpang siur beritanya. Sementara itu korban tiap hari berjatuhan dalam jumlah ribuan. 

Jumat, 04 Maret 2011

Indonesia Adalah Atlantis, Sebuah Konsekuensi Besar


Akhir-akhir ini semakin banyak saya dengar, baik dari media resmi maupun dari berbagai forum di internet bahwa bukti-bukti Indonesia adalah benua yang hilang, atlantis, semakin banyak. Dari mulai munculnya perhitungan ketinggian air laut di masa itu yang berkesimpulan bahwa paparan sunda yang sekarang ada di laut jawa merupakan daratan 11.000 tahun silam. Hingga ditemukannya kemungkinan-kemungkinan adanya piramida di berbagai tempat di Indonesia. Ini tentu merupakan kabar gembira bagi segenap Bangsa Indonesia karena ternyata kita adalah salah satu pewaris kebudayaan paling luhur di dunia, meskipun belum terbukti 100%. Semua ini tentu akan mempunyai dampak baik langsung maupun tidak langsung bagi kita. Akan saya bahas beberapa dampak yang mungkin muncul jika teori ini menjadi sebuah kebenaran.

Pertama, kita menyadari bahwa kita bukan lagi bangsa terbelakang. Selama ini jika kita berpikir dan membanding-bandingkan kemampuan dan budaya bangsa kita, tentu kita akan berpikiran bahwa kita adalah bangsa nomor 2 di dunia, atau bahkan nomor 3. Itu wajar bagi sebuah bangsa yang pernah dijajah selama beratus-ratus tahun, sehingga rasa percaya diri dan rasa bangga sebagai bangsa sangat tipis, atau bahkan tidak ada. Tentu hal ini berbeda dengan bangsa-bangsa eropa yang rata-rata tidak pernah di jajah, kecuali dalam masa pendudukan oleh bangsa lain selama beberapa puluh tahun saja di dalam sejarahnya. Jika benar bahwa kita adalah pewaris sebuah bangsa besar di masa lalu, tentu saja rasa percaya diri kita akan meningkat. Tidak menutup kemungkinan jika kemudian bangsa lainpun akan lebih menaruh rasa hormat kepada kita.

Kedua, dengan menyadari bahwa kita adalah bangsa besar, maka kita akan mempunyai semangat lebih untuk maju. Tidak heran bangsa China dan Jepang begitu cepat berkembang karena mereka melihat kejayaan masa lalu mereka sebagai titik balik keinginan mereka untuk maju. Begitu juga dengan bangsa Jerman dan Russia pada masa perang dunia ke-2, bangsa Inggris dan Perancis pada masa Renaisans. Mungkin, sekarang lebih tepat kalau kita menyebutkan bahwa, sekaranglah masa kita untuk bergerak. Dengan berpijak bahwa nenek moyang kita pernah melakukan sesuatu yang besar, maka kita pasti akan lebih termotivasi untuk berbuat yang lebih baik.

Ketiga, munculnya gerakan PAN Indonesianisme. Suatu saat akan muncul seorang pemimpin yang berkata “Wahai saudara-saudaraku setanah air, kita adalah bangsa terpilih, karena kita adalah bangsa yang bertugas menjaga satu-satunya surga yang hilang di atas bumi. Kita adalah bangsa yang pernah menguasai 7 samudra dan memulai segalanya sebelum bangsa lain masing tinggal di gua-gua. Kitalah bangsa yang mendapat pencerahan. Kita akan mendapat kejayaan kita kembali. Dan kita akan berjaya selama-lamanya.” – Mungkin terdengar seperti pidato ultra nasionalisme, namun pidato tersebut mungkin akan ada jika ‘Atlantis itu Indonesia’ adalah sebuah kenyataan.

Secara singkat bahwa jika hipotesis “Indonesia adalah Atlantis” itu benar, maka akan lebih banyak keuntungan yang kita dapatkan daripada sebuah kerugian. Kita akan merasa lebih bangga sebagai sebuah bangsa dan kita tidak akan lagi merasa sebagai bangsa nomor 2 di dunia. Kita bahkan akan merasa bahwa berbagai budaya yang ada di dunia ini adalah hasil dari sumbangsih kita jauh sebelum mereka dapat menata batu-bata awal budaya mereka. Sudah saatnya kita untuk maju, sudah saatnya kita bangkit

Jumat, 04 Februari 2011

Gejolak Mesir : Sang Singa Padang Pasir Yang Sedang Sakit


Mesir adalah salah satu negara yang memainkan peranan penting di Timur Tengah pasca Perang Dunia ke 2. Ia termasuk ke dalam salah satu negara yang pertama kali memperoleh kedaulatan di antara negara-negara tetangganya. Secara de yure, Mesir telah mengenyam kedaulatan semenjak 1936 dengan adanya Anglo-Egyptian Treaty walaupun secara de facto, Mesir masih tetap berada di bawah pengaruh Inggris hingga tahun 1952 ketika sebuah pemberontakan oleh militer terjadi dan menggulingkan kekuasaan kerajaan yang berkuasa di waktu itu. Pemimpin pemberontakan tersebut adalah Jendral Muhammad Naguib dan dia dinobatkan menjadi Presiden pertama dari Republik Mesir pada Juni 1953. Kekuasaan Naguib tidaklah lama, pada tahun 1954 ia dipaksa turun oleh Gamal Abdul Nasser, salah satu tokoh militer yang ikut terlibat pada pemberontakan terhadap kerajaan pada tahun 1952.

Dalam pemerintahan Gamal Abdul Nasser, Mesir menjadi mercusuar pergerakan di seluruh Timur Tengah. Ia memperkuat Liga Arab dan membuatnya menjadi kekuatan yang diperhitungkan di dunia. Liga Arab secara terang-terangan berani menentang kekuasaan barat di Timur Tengah dan menentang pendudukan Israel atas tanah Palestina yang di dukung oleh Barat serta Amerika Serikat. Gamal Abdul Nasser juga melakukan nasionalisasi terhadap Terusan Suez pada 26 Juli 1956 dan mendesak supaya Inggris mundur dari sana.

Perang Enam Hari terjadi pada tahun 1967 antara Israel dan Mesir yang waktu itu memimpin Liga Arab (United Arab Republic). Perang ini adalah perang terbesar yang terjadi di Timur Tengah semenjak invasi Jerman di bawah Jendral Rommel tahun 1941. Sebanyak lebih dari 50.000 personel Israel dengan lebih dari 300 pesawat dan 800 tank melawan 547.000 pasukan gabungan tentara Mesir, Syiria, Jordania dan Irak dengan peralatan lebih dari 957 pesawat berbagai jenis dan 2500 tank. Perang di mulai dengan serangan udara Israel secara cepat dan menimbulkan kerugian luar baiasa pada ke 4 Angkatan Udara negara-negara arab tersebut. Serangan ini menjadi penting karena supremasi udara kini berada di tangan Israel dan hal tersebut menentukan akhir dari jalannya perang pada seluruhnya. Dalam lima hari berikutya pasukan gabungan Arab mengalami kekalahan terus menerus, bahkan hingga Israel berhasil menduduki sebagian besar Semenanjung Sinai.