Mesir adalah salah satu negara yang memainkan peranan penting di Timur Tengah pasca Perang Dunia ke 2. Ia termasuk ke dalam salah satu negara yang pertama kali memperoleh kedaulatan di antara negara-negara tetangganya. Secara de yure, Mesir telah mengenyam kedaulatan semenjak 1936 dengan adanya Anglo-Egyptian Treaty walaupun secara de facto, Mesir masih tetap berada di bawah pengaruh Inggris hingga tahun 1952 ketika sebuah pemberontakan oleh militer terjadi dan menggulingkan kekuasaan kerajaan yang berkuasa di waktu itu. Pemimpin pemberontakan tersebut adalah Jendral Muhammad Naguib dan dia dinobatkan menjadi Presiden pertama dari Republik Mesir pada Juni 1953. Kekuasaan Naguib tidaklah lama, pada tahun 1954 ia dipaksa turun oleh Gamal Abdul Nasser, salah satu tokoh militer yang ikut terlibat pada pemberontakan terhadap kerajaan pada tahun 1952.
Dalam pemerintahan Gamal Abdul Nasser, Mesir menjadi mercusuar pergerakan di seluruh Timur Tengah. Ia memperkuat Liga Arab dan membuatnya menjadi kekuatan yang diperhitungkan di dunia. Liga Arab secara terang-terangan berani menentang kekuasaan barat di Timur Tengah dan menentang pendudukan Israel atas tanah Palestina yang di dukung oleh Barat serta Amerika Serikat. Gamal Abdul Nasser juga melakukan nasionalisasi terhadap Terusan Suez pada 26 Juli 1956 dan mendesak supaya Inggris mundur dari sana.
Perang Enam Hari terjadi pada tahun 1967 antara Israel dan Mesir yang waktu itu memimpin Liga Arab (United Arab Republic). Perang ini adalah perang terbesar yang terjadi di Timur Tengah semenjak invasi Jerman di bawah Jendral Rommel tahun 1941. Sebanyak lebih dari 50.000 personel Israel dengan lebih dari 300 pesawat dan 800 tank melawan 547.000 pasukan gabungan tentara Mesir, Syiria, Jordania dan Irak dengan peralatan lebih dari 957 pesawat berbagai jenis dan 2500 tank. Perang di mulai dengan serangan udara Israel secara cepat dan menimbulkan kerugian luar baiasa pada ke 4 Angkatan Udara negara-negara arab tersebut. Serangan ini menjadi penting karena supremasi udara kini berada di tangan Israel dan hal tersebut menentukan akhir dari jalannya perang pada seluruhnya. Dalam lima hari berikutya pasukan gabungan Arab mengalami kekalahan terus menerus, bahkan hingga Israel berhasil menduduki sebagian besar Semenanjung Sinai.
Kekalahan Mesir atas nama Liga Arab berdampak besar pada kebijakan luar negeri beberapa tahun selanjutnya. Liga Arab lambat laun membubarkan dirinya, meskipun tidak ada pernyataan resmi yang mengungkapkan demikian. Namun kekuatan mereka di wilayah timur tengah sudah tidak terlalu diperhitungkan lagi. Sebaliknya, kekuatan Israel semakin menjadi-jadi. Tiba-tiba mereka mempunyai kekuatan penting dan menjadi pemain sentral di wilayah tersebut. Mesir terdesak, kemudian dengan adanya perjanjian Camp David, mereka terpakasa harus melaksanakan beberapa point perundingan yang salah satunya adalah menjaga perdamaian dengan Israel dan menyerahkan daerah Sinai dan sekitarnya kepada Israel.
Pengganti Gamal Abdul Nasser, yaitu Anwar Sadat ingin memperbaruhi kekuatan Mesir, salah satunya dengan meluncurkan Perang Oktober atau Ramadhan War untuk merebut kembali wilayah Sinai. Perang ini diluncurkan secara mendadak dan cukup membuat tentara Israel mundur dari wilayah itu. Anwar Sadat kemudian dikenal sebagai seorang pahlawan di seluruh timur tengah. Ia juga meluncurkan slogan Pan Arab yang membakar semangat nasionalisme di seluruh negara-negara arab demi memerangi perjanjian zionist yang akan mengokupasi wilayah palestina.
Meskipun dikenal sebagai pemimpin yang berpengaruh dan disegani, namun karena kedekatannya terhadap dunia kiri membuat Anwar Sadat dibenci oleh kalangan Islam garis keras. Perjanjian dengan Israel di tahun 1979 juga dianggap menyakiti hati sebagian warga Palestina, karena dengan itu berarti ia menjamin kebebasan Israel untuk merebut beberapa wilayah yang tadinya milik Bangsa Palestina.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar